Minggu, 09 Januari 2011

tiga hari menjelang kepulangan kita kehariban-Nya. aku melihat terputusnya semua ikatan kedunian. menjalani kesunyian sebagai rindu dan ketakutan yang menyedihkan akan arti raga yang pudar. bagaimana mungkin gelap dapat hidup dan punya tubuh yang kaku nanmun dapat tertembus waktu. sedang aku hendak hilang, ibarat matahari terbenan. aku ragu pada mata tuaku! sampaimana tanggan menunjuk? siapaa mau terpasak diam? aaku ragu pada duniaku! sesaat tersadar sisa detak jantung yang terpetakan lebih lemah dari aliran darah itu juga.

terbaring atau bersimpuh, tidak mengerti. ajal tak punya transkrip jadwal. aku hanya pantas mati Berdiri dengan seragam lama orang-orang gila dan murtad. bukan arti hidup yang terbawa ke barzah, hanya serela apa kita pada apa yang telah kita jalani.

hanya tiga hari sebelum liang bimi digali, aku duduk ngeri-keringat takut mati.

masih belum beranjak ego terhadap sumpah, telapak tanggan menempel pada aspal pembalut wajah kota. ingin tau seberapa panas ia, mungkin dapat ku reka suhu neraka. toh manusia selalu bisa beradaptasi . mungkin ada Tuhan yang berbaik hati membagi keabadianya agar aku bisa menutup mata jika ruh keluar dari raga. aku mau melihatmu nanti saja!