Jumat, 27 Agustus 2010

tentang takdir

26 agustus 2010
9:38 pm

Dari langit terbaurlah hujan setetes.
Menentramkan seharapan manusia
Namun langit curahkan tanpa sangkaan
Sejumlah apa

Maka sebaik takdir
Adalah takdir tanah dan bibit
Mereka bertemu membawa manfaat
Dan berpisah untuk tujuan maslahat

Maka do'a terbaik adalah
Doa yang mengharap kebaikan terhadap diri
Untuk kebermanfaatn dan kemaslahatan ummat

Manfaat itu bagaikan cahaya fajar
Menerangi tanpa terik
Dan maslahat adalah pilihan terbaik untuk setiap diri
Dan yang terkait antara tiap diri

Maka kami mencari seorang pendusta
Diantara orang-orang yang ingkar
Agar diperlihatkan padanya kesendiriannya

Inspired: al-an'am 93-100

Sabtu, 14 Agustus 2010

suara generasi 11: DIALOG 2 SISI

suara generasi 11: DIALOG 2 SISI

DIALOG 2 SISI

Dialog 2 sisi

Disebuah kamar kecil berdinding biru coklat muda. Seorag anak yang tengah menanti waktu tidurnya dengan penuh keresahan, matanya tak dapat terpejam karna hatinya tengah berguncang. Sang ayah yang baru saja mampir ke kamar anak satu-satunya tersebut terheran melihat anaknya yang belum juga menyambut mimpi dan terpejamkan hasrat matanya untuk melihat dunia hari ini.

DIALOG DUA SISI INI DIMULAI

Iapun bertnya pada anaknya
Ayah: ada apa nak? Pertanyaan apalagi yang mengaggu mimpimu?
Anak: ayah, bolehkah aku menanyakan tentang dunia?
Ayah: Mengapa kau tanyakan dunia nak? Saat senggang malam kita!
Anak: Entahlah yah! Tapi aku sendiri tidak bisa lagi menayakan hal lain.
Ayah: Sebenarnya apa yang membuatmu bertanya! bolehkah ayah tau?
Anak: em… sebenarnya, aku ingin bertanya karena ketergantunganku padamu. Ketidak pengertianku dan pengalamanmu yang sesekali kau ceritakan sebagai dongeng tidur, di malam-malam kita.
Ayah: maksudmu?

Anak: ya... maksudku tentang susuku yang mulai hambar dan tawar, juga sekolahku yang tidak menentu atau kawanku yang hingar penuh tawa tentang kenalannya.
Ayah: hemp... nak, tidakkah kau ingin ayahmu ini dapat menjawab pertanyaanmu yang berpinak tiap ku tolak untuk menjawab, atau sekedar kutunda dengan kata-kata jenaka dan tawa.
Anak: ya ayah... aku mengerti itu, bukankah esok kau libur? Jadi sekarang kuharap waktu memihakku!
Ayah: Nak, orang dewasa biasanya akan menjawab seperti ini; ”seiring perjalanan waktu kau akan mengerti, ketika usiamu bertambah kelak”. Tapi aku ingin kau tau bahwa orang yang ada di sampingmu ini bukan seperti itu!
Sekarang tanyakanlah soal yang selalau menggangu itu!
Anak: yah, mengapa dunia tiada mempercayaikudan justru berkilah atau malah keras kepala, ketika aku tidak dapat mengerti akan sesuatu?
Ayah: nak, apa ayah pernah mengecewakanmu?
Anak: maksud ayah?
Ayah: jawab saja, nanti ayah jelaskan lebih rinci?
Anak: ya... sering sekali, dan berulang-ulang. Namun aku mengerti, mungkin terlalu banyak beban yang harus kau pindahkan terlebih dahulu dari pundakmu ini. Bukankah begitu? Dan juga mungkin teman-teman ayah yang sering bertamu itu terlalu banyak menuntutmu, dan aku tau, kau bukan orang yang bisa menolak permintaan orang lain dengan mudah, tanpa alasan yang kuat. Walaupun terkadang aku menyesali itu!
Ayah: hemp... (senyum dan saling tatap)
Itulah nak, mengapa dunia terlalu sempit bagiku dan begitu luas bagimu.

Anak: aku suka kata-kata itu yah, lanjutkanlah.
Ayah: (diam sejenak)
Anak: janganlah kau pikirkan terlalu dalam ayah, waktu mulai memanggil kita pada titik dan koma. Janganlah seperti guru sekolahku yang mencari kata-kata. Itu membuatmu jauh dari orisinilitas akan ide dan ilham. Biarlah itu berlaku bagi orang dewasa. Bukankah aku anakmu? Maka anggaplah aku adalah bagian lain dari dirimu yang kini hadir dan telah lahir.
Ayah: ma’afkan ayah... orang-orang seperti ayahmu ini selalu melihat seesuatu dengan matriks, kausalitas dan perbandingan. Kami membagi diri kamu menjadi tipe-tipe tertentu berdasarkan sebuah perbandingan tertentu. Lalu kami menyebutnya kepribadian.
Anak: itu lucu ayah... lanjutkanlah, aku akan mendengarkanmu sebagai dirimu.
Ayah: kami mengamati sesuatu hal yang menurut kami memiliki peran dalam hidup atau kehidupan, setelah itu berkesimpulan. Menjadikannya sesuatu yang umum atau khusus dengan dasar objectifitas. Atau aku dan kamu mengenalnya dengan nama besar dan agung sebagai ”TEORI”.
Ayah yakin banyak gurumu yang menyembahnya sebagai tuhan kedua!
Anak: dan mereka yang ke-tiga, he...he...he... tuhan ketiga yang mengenal dan mengetahui dunia! Bukan begitu yah?

Ayah: tidak semua sayang...
Anak: nampaknya aku mulai menjadi orang-orang sepertimu yah...
Ayah: aku harap tidak... sekarang dengarkanlah... kalian, terutama kau anakku... dengan sangat mudah dapat memahami kami dan tidak jarang mengalah demi kepentingan kami. Orang dewasa.
Anak: sepertinya begitu...
Ayah: yah... ayah sendiri menyesali hal itu. Demi kami, kalian harus membanting benda-benda di sekitar kalian, atau terkadang membuat dunia menutup telinga dengan suara yang meluap hingga angkasa. Berusaha membuat kami mengerti akan sesuatu yang kalian fahami, tetapi kami terlalu picik untuk menanggapi.
Nah, dengan segala unsur tersebut (kepribadian, teori, dan keterbatasan emosi) di tambah dengan faktor-faktor yang di tangkap indra yang ada. Kami lupa bahwa, kami pernah berada pada posisi dimana kini kalian berpijak. Itulah yang seringkali membuat kami tidak percaya padamu dan teman-temanmu. Kami terlalu logis dan realistik. Bahkan cenderung pragmatis dengan segala dogma yang kami sebar sendiri di ladang yang bertuliskan otak dan hati pada buku biologi dan agama.
Bukannya dinamis, kami orang tua malah statis pada konsep yang berputar pada sebuah poros. Agar tetap terlihat logis dan realistis, seperti yang ayah bilang tadi.
Anak: lalu... Setelah ayah mengakuinya sendiri, apa ayah akan berubah?

BERSAMBUNG....

Selasa, 03 Agustus 2010

RAMADHAN DAN ISU SOSIAL

RAMADHAN DAN ISU SOSIAL
Antara kebutuhan dan kepentingan



”Refleksi Kondisi Masyarakat”

Tahun 2010 merupakan tahun penuh inovasi dan kejutan, bukan lagi tentang kecepatan informasi dan ilmu pengetahuan, namun justru dipenuhi oleh dinamika sosial politik dan humanistik global. Kejutan yang pertama datang dari hasil inovasi pemerintah tentang konfersei minyak tanah ke gas LPG yang berbuntut bayaknya ledakan. Bukan hanya korban jiwa dan harta, akan tetapi justru meningkatkan ketidak percayaan rakya t pada pemerintah. Dalam lasus ini pemerintah memang belum sepenuhnya bisa disalahkan, karena banyak penyelidikan yang mengindikasikan penyebab ledakan terdapat pada tangan jahil para distributor dan pengecer. Yang yang lebih ironis, drama ini terus berlanjut hingga hari ini.
Lalu kejutan kedua datang dari para pejabat negara yang terhormat. Beredarnya kasus korupsi dan penyelewengan kekuasaan dikalangan pejabat dan orang-orang besar (berpengaruh). Penanganan kasus yang lamabt dan terkesan sekedar formalitas kerap menjadi issu yang paling banyak di soroiti oleh mahasiswa dalam aksi-aksinya. Tidak terbilang sudah kasus yang tercartat, mulai dari senturi, KPK, makelar kasus, sampai menyeret istana dan mahkamah kostitusi sebagai fihak yang perlu juga untuk di usut keterkaitannya.
Kejutan ketiga datang dari beredarnya vidio asusila musisi dan selebritis ternama. Tidak terbilang kasus pelecehan asusiala yang di timbulkan dari beredarnya vidio ini di pasaran, termasuk di sekolah-sekolah mulai dari tingkat SD dengan cover ipin-upin, hingga pada tingkat pelajar atas dan mahasiswa yang dapat di download di jaringan internet atau melalui handphone. Jika anda mengira hal ini hanya terjadi di jakarta, sebaiknya kita lihat kembali banyaknya kasus remaja yang melakukan tidakan serupa di banyak kota lain bahkan hingga ada yang melakukan tidakan serupa (membuat vidio yang diperankan sendiri namuan dengan adegan yang serupa dan disebar di internet) di daerah lain.
Dari semua hal tersebut, tasnggapan yang datang dari pemerintah banyak dirasasa tidak memperhatikan aspek-aspek angka pendek sebagai konsekuensi langsung dari setiap keputusan yang diambil. ”apakah pemerintsah benar-benar mampu mengayomi masyarakat ?” setidaknya pertanyaan ini kini banyak timbul dalam benak masyarakat.
Indikasi dari pertanyaan ketidak percayaan masyarakat tersebut terlihat jelas dari;
- banyaknya masyarakat yang kembali menggunakan minyak tanah di beberapa daerah seperti di sebagian daerah jawa dan nusa tenggara.
- Timbulnya bayak bentrokan antara masyarakat dan polisi
- Sepinya proses jual beli di pasar-pasar
- Banyak timbul kelompok-kelompok keamanan swadaya yang mempersenjatai diri
- Pengaduan masyarakat tidak melalui jalur yang disediakan
- Demonstrasi atau aksi di tingkat masyarakat terus meningkat
- Makin banyaknya pejabat yang terjerat kasus dibanding menorehkan prestasi atas kerjanya
Bulan ramadhan telah tiba, sementara sekian banyak hal yang harus dipecahkan, muncul kembali kasus yang paling klise untuk memecah perhatian masyarakat. Melonjaknya harga kebutuhan pokok. Mau atau tidak, masyarakat akhirnya harus memenuhi kebutuhan hidup yang paling dasar ini sebagai hal utama yang harus difikirkan. Masalah apakah negara akan benar-benar berjalan sesuai harapan mereka hanya akan terpampang dalam layar kaca dan kertas buram yang mereka lihat setiap pagi dan petang.

”Tangapan Mahasiswa Dalam Menyambut Ramadahan”

Walaupun demikian para mahasiswa berbeda sangat berbeda dalam menaggapi ramadhan yang datang lebih awal tahun ini. Sebagian mahasiswa tetap terlihat menjalani aktifitas akademisnya seperti hari lainnya. Acara buka puasa bareng merupakan saat-saat yang selau jadi ajang untuk berkumpul antar mahasiswa setelah menjalani perkuliahan di pagi hingga sore hari.
Terdapat sebuah fakta menarik yang tampak dalam puasa kali ini. Yakni pergeseran kebutuhan mahasiswa selain dari ongkos makan untuk berbuka puasa, ternyata kebutuhan akan komunikasi menajadi kebutuhan yang hampir menggantikan kebutuhan akan makan. Hal ini terlihat dari jumlah uang yang dikeluarkan untuk pulsa telepon juga banyak yang dihabiskan untuk berinternet ria. Hal ini nampak jelas dari perbandingan yang tajam antara meningkatnya harga bahan makanan yang di saingi dengan turunnya tarif telepon untuk promo di bulan ramadhan beserta pemberian bonus yang gila-gilaan. Sehingga wajar jika tren berbuka puasa sambil bertelepon menjadi sebuah budaya baru dikalangan mahsiswa.

”ramadhan seharusnya menjadi sebuah bulan refleksi bukanya pamer eksistensi”

Demikianlah Ramadhan akan berlalu seiring dengan pertentangan antara kebutuhan dan kepentingan yang harus terus dihadapi oleh setiap orang. Keseharian ini entah kapan akan berakhir, mimpi untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik masih ada hanya pada tangan sebagian kecil orang. Kondisi ini masih akan terus terjadi setiap hari jika kita sendiri tidak mengusahakan perubahan dalam keseharian kita.
Mari jadikan ramadhan sebagai bulan untuk berefleksi diri, melihat bagaimana kita menjalani hari-hari yang telah berlalu. Mencari ibroh dan pelajaran dari setiap kejadian. Lalu tidak lupa untuk menjadikannya sebagai cambuk motivasi kita dalam menunjukkan diri sebagai pribadi-pribadi yang layak untuk mendapat magfiraoh pengampunan di hari iedul fitri.